MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN
A. Pengertian
Konflik
Konflik
adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi
di dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik
ke hasil yang destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986),
mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul
akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan
perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai
suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut
dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di
dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang
terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti
antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap
sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya
diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan
positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan
orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan
orang lain.
B. Tipe
konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya
perbedaan adanya pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai,
dan kendali konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan
sebagai konflik vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan
antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan
kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri
atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan
ada hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa
perselisihan antar departemen:
1. Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan
saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi,
menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff
tambahan
2. Antar pengirim
Pesan – pesan yang
berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari
keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan
untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah
yakin bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan
bermutu dengan menggunakan metode keperawatan tim
3. Antar pesan
Orang yang sama
ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur
keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang
berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya,
dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit
lainya. Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang
ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4. Peran pribadi
Orang yang sama nilai-
nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh perawat percaya
bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang
perawat yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat
dari kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa
tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5. Antar pribadi
Dua atau lebih orang
bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur
keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6. Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari
luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan
diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan.
Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat
untuk mengikuti program pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang
dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan
mereka.
7. Antar kelompok
Dua atau lebih
kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen keperawatan menuntut
bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada
dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter,
menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8. Peran mendua
Seseorang tidak
menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh
seorang pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang
posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9. Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat
memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru
diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat
tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.
C. Penyebab
Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik
terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku
yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan,
imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku menentang,
sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan
gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini
dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang,
yaitu :
a. Competitive
bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di
sengaja.
b. Martyred accommodation, yang
ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja
sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang
ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk
berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat
mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini
dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit
beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain
yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang
terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin
dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau
bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti
dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya
konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat
yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka,
juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima
umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan
dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana.
Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam
pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya
kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai
bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau
keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan
persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan
pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan
semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah
melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah
terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah
mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya
pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan
dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik
antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan)
diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area
pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang
ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan
dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang
seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik
seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper
bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran
ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan
kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai
pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan.
Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus
dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat
dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung
jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya
insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya
konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya
persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang
dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa
segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan
menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan
jabatan atau kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai
proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya
berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau
cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik.
Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu
ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi
tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu
dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan
kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan
dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain
sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang
bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan
masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika
penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang
diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga
penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya
konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
D. Proses
Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi
proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang
dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau
penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik. Kondisi yang mendahului
merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah didiskusikan
sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau
berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam
diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada
umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain
konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik
relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat
mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan
timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut,
beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku
agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang
mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan
terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan
konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang
terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut
sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak
dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.
E. Strategi
dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya
konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi,
kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan
cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik
menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat
digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan
terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk
pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik
diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya.
Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk
menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan
terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan
signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan
seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya
untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan
tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan
motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat. Strategi kompromi
dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat
konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah
stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat
dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh
untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan
dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam
rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di
kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat
dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan.
Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
1. Membuat aturan atau
pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang
mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang
dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran
kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa mereka
dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap
orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan
masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan
tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak
menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu
dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah
dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi
dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari penolakan berlebihan.
12. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan
perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan
mengklarifikasi.
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
F. Penyelesaian
Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya
bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan
kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer atau
kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain
konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi
atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang
mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat,
perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan
keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk
mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak
yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan
cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan
keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut
seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap
kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan
displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer
perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang
berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain
penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan
masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personil,
pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa
percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2. Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat
diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap
perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun.
Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus”
akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan
tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu
perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun
dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang
diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai
dasar untuk menyelesaikan konflik.
3. Komunikasi
Komunikasi yang
merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian
konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk
memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang
manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik
melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran
yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel
secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan
pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan
emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara
mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4. Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat
digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini
telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen
personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen
partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan,
latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5. Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat
juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola
konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf.
Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik.
Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila
mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan
itu. Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain
peran, dan diskusi kelompok.
G. Pemecahan
Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan
antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang
memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai
kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip
kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak
pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus
dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan
informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu
dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan,
keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap
ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah,
diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian
masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah,
pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala
dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses
diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa
yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap
investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan
diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari
keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative
solusi. Pada tahap ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa
alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap
ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan
melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang
dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide,
yang seluruh pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan
bebas dalam menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah.
Agar tahapan ini berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang
yang mampu mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada
tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang
barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara
ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus
mengevaluasinya terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative.
Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap
berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih
alternative yang dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi
yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk
mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi
alternative. Jika keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah
mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum
dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana
alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan
implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana
alternative tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi
dilakukan sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana
alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan
dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk
memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap
implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang
telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan
keputusan yang efektif tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap
aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang
teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi
berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang
mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.
H. Hasil
Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk
pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat
destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978;
Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama yang
menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan
komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1. Isu
Pada konflik yang
destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan secara
rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan
dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang
berhubungan hal pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah
aksi (tindakan) bukan reaksi.
2. Kekuasaan
Pada kekuasaan
destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan.
Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan
konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin
berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin
diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru;
kebutuhan dan pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3. Kemampuan Menanggapi
Kebutuhan
Pada konflik
destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan
berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya dan
perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai
secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang
terlibat.
4. Komunikasi
Saling tidak percaya,
persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk
konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka
dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk
memahami orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi
secara efektif.
Konflik
dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam
memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat
tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan
bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi
ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai
seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian
bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif
dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977)
mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153).
Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif,
konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Monica. 1998. Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Simamora, R.
2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyatno.
2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment