Wednesday, August 16, 2017

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

A.    Pengertian Konflik
  Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau konstruktif.
   Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup conflict).
   Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

B.     Tipe konflik
   Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff  dan ada hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1.      Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2.      Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan metode keperawatan tim
3.      Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4.      Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh  perawat percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5.       Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6.      Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program pendidikan  berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7.      Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8.      Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh seorang  pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9.      Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.

C.    Penyebab Konflik
   Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1.      Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a.       Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b.      Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
c.       Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2.      Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3.      Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4.      Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5.      Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6.      Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7.      Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8.      Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9.      Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10.  Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11.  Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.

D.    Proses Konflik
   La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.

E.     Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
    Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.
     Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat. Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
    Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
1.      Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2.      Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3.      Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4.      Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5.      Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6.      Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7.      Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8.      Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9.      Mempertahankan komunikasi dua arah.
10.  Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11.  Menghindari penolakan berlebihan.
12.  Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13.  Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14.  Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15.  Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16.  Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17.  Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18.  Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.

F.     Penyelesaian Konflik
    Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
    Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1.      Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2.      Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik.
3.      Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik. Komunikasi  merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4.      Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5.      Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

G.    Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
    Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
    Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.
    Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya terlebih dahulu.
    Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
    Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
     Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.

H.    Hasil Konflik
    Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.      Isu  
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi  (tindakan) bukan reaksi.
2.      Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3.       Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya  dan perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4.       Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.

         Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.




DAFTAR PUSTAKA

Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.


No comments:

Post a Comment