Thursday, September 20, 2012

Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan


Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan


Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tingi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan :

UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.

Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya

UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,
merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
1)   Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2)   Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

-          Nursing advocacy
-          Pengambilan keputusan Legal Etis

Prinsip – Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan

Prinsip – Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan


Malpraktik
              Pengertian
1)      Praktik yang tidak benar atau mencelakakan, tindakan medis atau pembedahan yang tidak trampil atau keliru.
2)      Salah satu bentuk kelalaian dan sering disebut sebagai kelalaian profesional.
3)      Malpraktik dalam keperawatan
Adalah akibat dari pelayanan keperawatan yang dilakukan di bawah standar. Untuk menetapkan suatu tindakan sebagai malpraktik keperawatan digunakan kriteria
sebagai berikut:
3) (1) Perawat (terdakwa) memiliki kewajiban terhadap klien (penuntut)
3) (2) erawat tidak melaksanakan kewajiban tersebut
3) (3) Klien mengalami cedera, dan
3) (4) Kegagalan perawat dalam melaksanakan kewajibannya menyebabkan cedera.
Cara terbaik bagi perawat untuk menghindari kelalaian adalah dengan:
ü  Mengikuti standar pelayanan
ü  Memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten
ü  Berkomunikasi dengan penyelenggara layanan kesehatan lain
Malpraktik adalah ‘kesalahan/kegagalan pelaksanaan professional karena keterampilan yang tidak memadai dan tidak beralasan, ketaatan terhadap profesi atau hokum, praktik kejahatan, tindakan melanggar hokum atau tidak bermoral’ (Creighton,1986). Salah satu contoh malpraktik yang potensial yang terjadi di lingkungan perioperatif adalah melaksanakan praktik yang melebihi otoritas seseorang. Contohnya adalah pembukaan luka bedah oleh asisten pertama yang belum mendapat mandate dari institusi.
                Strategi yang efektif bagi perawat perioperatif dalam upaya menghindari perkara malpraktik adalah memberikan perawatan yang aman untuk klien mereka. Kllien tidak dapat menjadi pengugat, kecuali dan sampai mereka menngalami cedera. Jika perawat telah melakukan  tindaakn yang beralasan dan cermat, ia tidak akan bertanggung jawab atas cedera akibat tindakan atau kelalaiannya. Dalam kasus malpraktik tindakan perawat yang kurang beralasan akan dinilai sebagai bukti yang diperoleh dari saksi ahli, kebijakan dan prosedur institusi, UU dan aturan administrative, standar asosiasi professional dan literature professional. Oleh karena itu, strategi kedua untuk mencegah malpraktik adalah mengetahui dan mematuhi standar keperawatan.
                Perkara hokum malpraktik merupakan risiko yang dapat terjadi dalam berbagai praktik perawat perioperatif. Risiko ini tidak perlu ditanggapi dengan rasa takut dan cemas, karena hal ini akan memengaruhi penilaian professional berdasarkan prinsip disiplin lain. Asuhan keperawatan yang baik bagi klien secara simultan merupakan pelindung perawat yang terbaik dari perkara hokum malpraktik.
-           Upaya Pencegahan Malpraktik
                Berikut beberapa tips agar terhindar dari tuntutan malpraktik:
1)      Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medic dan standar prosedur professional.
2)      Bekerjalah secara professional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.
3)      Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang yang ditekuni.
4)      Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan, sesame sejawat.
5)      Ikuti peraturan  dan perundang-undangan yang berlaku  terutaam tentang memkesehatn.
-          Penanganan Dugaan Malpraktik
                        Dengan terbitnya UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, diharapkan bahwa setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis atau lisan. MKDKI dapat memberikan sanksi disipsilin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau Surat Ijin Praktik(SIP). Tujuannya adalah untuk penegakkan isiplin dokter, yaitu penegakkan aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan pasien.

Neglected
Pengabaian adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986). Undang –undang tentang ngabaian diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan terhadap klien atau lokasi yang dibedah, maka akibat tekanan karena kesalahan dalam member posisi, cedera akibat alat yang rusak karena kesalahan pemeriksaan, dan tertinggalnya benda asing. Kompetensi yang kurang dalam penggunaan alat juga dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.
            Kegagalan penggugat memenuhi salah satu elemen untuk menyakinkan hakim, tuntutan tidak akan berhasil dan tergugat terbebas dari tuduhan. Kasus benda asing yang tertinggal ini relative mudah dibuktikan dengan kasih perhitungan instrument dan rasa oleh penggugat. Serupa dengan hal tersebut, kasus kesalahan medikasi lebih bersifat langsung. Ada sedikit silang pendapat dikalangan perawat mengenai pemberian medikasi yang tepat dengatn dosis dan rute yang tepat,untuk klien yang tepat. Apabila prosedur pemberian obat ini tidak diikuti dank lien cedera, relative mudah untuk menetapkan apakah pemberian mediakasi menyebabkan cedara atau tidak. Luka cedera akibat pemberian posisi juga menjadi kasus yang beresiko menimpa perawat. Kompleksitas bukti bahwa klien mengalami penderitaan akibat tindakan medis pada awal penanganan dan semuanya berlangsung simultan belum tentu merupakan tanggung jawab perawat perioperatif sepenuhnya.
            Perawat perioperatif mempunyai tanggung jawab hokum untukl memberikan informasi, memastikan pemahaman klien tentang informasi tersebut, dan memperoleh persetujuan klien dari pihak yang melakukan prosedur tersebut.

Pertanggugatan ( mandiri dan limpahan ) dan pertanggujawaban.
Akuntabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu  konsekuensi – konsekuensi, perawat hendaknya  memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak  yang mengugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya, terutama yang berkaitan  dengan kegiatan – kegiatan Profesinya Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya, hal ini bisa dijelaskan dengan mengaju tiga pertayaan berikut :
1. Kepada siapa tanggung gugat itu   ditujukan.
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat.
3. Dengan kriteria apa saja tanggung gugat perawat diukur dengan baik.(Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983 )
PERTANGGUNGJAWABAN
Kata tanggung jawab merujuk pada keinginan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi janji. Sebagai perawat, kita bertanggung jawab terhadap tindakan kita. Kita berperan aktif dalam membentuk praktik kita. Kita harus memiliki kompetensi praktik agar mampu melakukan tanggung jawab kita dengan baik. 



Issue Etik Dalam Keperawatan


Issue Etik Dalam Keperawatan


             Setiap orang menghadapi isu moral yang sama dalam lingkungan perawatan kesehatan. Hal ini berarti bahwa etika keperawatan adalah istilah yang sah hanya selama sah itu mengacu pada sub kategori dalam etika kedokteran.


          1. Euthanasia
               Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seseorang atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini  untuk kepentingan pasien sendiri. Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang kematian.
Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut.Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)      Euthanasia pasif
2)     Euthansia aktif
            Di tinjau dari pemerintahan, Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)      Euthanasia voluntir (atas permintaan pasien)
2)      Euthanasia ivoluntir (tidak atas permintaan pasien)


2. Aborsi
      Aborsi  didefinsikan sebagai pengeluaran janin atau produk konsepsi secara spontan sebelum usia kehamilan 24 minggu, yang bisa terjadi keguguran (abortus).  Menurut WHO aborsi merupakan pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 gr atau kurang, yang setara dengan usia kehamilan 22 minggu.

Definisi Aborsi
          Apa Yang Dimaksud Dengan  Pengguguran Kandungan(Aborsi)
Secara medus, aborsi (baik keguguran maupun pengguguran) berarti terhentinya kehamilan yang terjadi diantara tertanamnya sel telur yang sudah dibuahi dirahim sampaI kehamilan 20 minggu.
Dengan kata lain, keguguran atau pengguguran kandungan adalah keluarnya janin dan rahim sebelum janin itu mampu hidup mandiri.


Pengertian Aborsi
         Aborsi/abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat-akibat tertentu). Aborsi adalh suatu kontrovensial dan isu yang memicu emosi yang bias menimbulkan permusuhan antara ke dua belah pihak.
         Menurut Fak About Abortion, info kit on women’s health oleh institute for social, maret 1991. dalam istilah kesehatan aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnta telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fesus) mencapai 20 minggu.
          Siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan berarti telah membuat dosa dan telah melakukan tindakan criminal yang mewajibkan pembayaran diyat dari janin yang gugur yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagai mana telah diterangkan dalam hadis shahih dalam masalah tersebut. Rasullulah SAW bersabda : ‘’Rasullulah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bahni Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, taitu serang budak laki-laki atau perempuan’’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Huairah RA Abdul Qadim Zallum, 1998).
         Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), sebelum sampai pada fase penciptaan yang menunjukan cirri-ciri minimal sebagai manusia.

          Aborsi tetap saja menjadi masalah controversial, tidak hanya dari sudut pandang kesehatan tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan atas imedis yang berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada diri si ibu, misalnya tuberkulosis paru-paru berat, asma, diabetes, gagal ginjal, hipertens, bahkan biasanya terdapat dikalangan tercandu atau ibu yang terinpeksi virus.

Dasar-dasar aborsi
          Aborsi pada dasarnya menghentikan kehamilan sebelum janin mampu hidup mandiri. Standar aborsi terjadi antara empat sampai dua belas minggu kehamilan, tetapi prosedur ini sah secara hukum di Amerika Serikat sampai kehamilan dua puluh empat minggu. Memang ada kasus yang jarang terjadi dimana bayi dapat hidup sejak usia dua puluh minggu kehamilan, namun sebagian besar diantaranya mendapatkan kerusakan yang permanent dan nyata. Sebagian besar aborsi terjadi sebelum garis batas dua belas minggu.
          Saat ini di Amerika Serikat terdapat dua pilihan ketika menghadapi aborsi. Secara medis atau operatif. Operatif adalah cara yang tradisional, dimana seorang dokter melebarkan serviks, mengeluarkan isinya, dan pasien pulang kerumah. Aborsi medis mengharuskan oasien memakan beberapa pil, yang akan menyebabkan aborsi spontan atau keguguran.


Aborsi Operatif
        Standar aborsi operatif menyangkut melebarkan serviks secara perlahan-lahan dan menyedot isinya keluar dengan alat seperti vakum. Kita menyebutnya kuretase isap (suction curettage). Biasanya cara ini memakan waktu sepuluh menit, dan tergantung dimana Anda berada, bias menggunakan anestesi umum atau local.
        Pertama, dokter melakukan pemeriksaan pelvis untuk menetapkan ukuran dan posisi rahim , di mana kedua hal ini , tetapi juga dari minggu ke minggu kehamilan. Dokter kemudian membersihkan vagina dengan cairanantiseptik untuk mengurangi bakteri.
        Alat pertama yang digunakan dalam aborsi adalah tenakulum, yang kelihatannya seperti penjepit es kecil. Benda ini menahan serviks untuk tetap berada di tempatnya-ini kedengarannya lebih buruk dari pada yang sebenarnya. Serviks yang tetap diam mengurangi trauma pada serviks. 
       Setelah dokter menahan serviks, dia akan mulai melebarkannya dengan dilator. Dilator adalah batang dengan gradasi ukuran yang digunakan untuk membuka serviks secara perlahan-lahan. Dilator dimasukkan kedalam kanal serviks untuk meregangkannya, agar evakuasi isi rahim dapat dilakukan. Hal ini dilakukan dengan perlahan-lahan dan lembut. Idenya adalah untuk menghindari robekan otot atau luka permanent pada serviks.
        Dilator yang pertama dan terkecil berukuran kurang lebih sebesar batang pengsil. Dan yang terbesar sebesar ibu jari Anda. Dilatasi serviks yang diingkan tergantung pada seberapa besar kehamilan si pasien. Pada usia 6 minggu, dilatasi akan sangat kecil karena hanya pada sedikit jaringandan sifatnya tak terbentu. Pada usia 12 minggu, ada lebih banyak struktur dan jaringan, jadi, biasanya serviks diperbesar 2 kali lipat.
       Setelah memperbesar serviks, dokter memasukan kateter (selang kecil) kedalam rongga rahim, yang menempel pada alat penyedot. Benda ini membersihkan seluruh isi rahim. Setelah itu, sendok kuret (alat yang terbuat dari besi, langsing, danmelengkung) dimasukkan untuk mengerok dengan lembut dinding rahim dan untuk memastikan semua jaringan telah keluar.
       Pasien kemudian di bawa ke ruang penyembuhan, dimana dia beristirahat selama kurang lebih setengah jam, dan kemudian tim dokter akan memastikan tidak ada pendarahan yang berlebihan atau nyeri. Setelah aborsi operatif, instruksi saya kepada pasien adalah “Jangan menaruh apa pun atau siapa punkedalam vagina Anda selama 2 minggu.‘ Serviks biasanya tertutup rapat, namun setelah aborsi, serviks akan terbuka lebar dan bakteri apapun di vagina bias masuk. Aktivitas utama yang di kwatirkan dari perspektif medis adalah seks-ejakulasi yang mungkin membawa bakteri langsung kedalam rahim adalah ide yang sangat buruk.
        Karena vagina adalah tempat yang relative kotor, fasilitas aborsi dan/atau ginekolog akan memberikan anti biotik pencegahan pascaaborsi selama satu sampai tujuh hari.tingkat infeksi untuk aborsi kurang lebih dua sampai tiga persen, tetapi anda dapat menguranginya sampai setengah dengan snit biotik.
       Dua minggu setelah aborsi, pasien harus kembali ke ginekolog untuk pemeriksaan ulang yang akan memastikan bahwa dia tidak masih hamil dan tidak merasakan nyeri atau tanda-tanda infeksi. Waktu tersebut juga merupakan kesempatan baik untuk mendiskusikan dan mengevaluasi pilihan kontrasepsi pasien.
           

Komplikasi:
             Merupakan kewajiban dokter untuk mengirim semua produk hasil konsepsi (dalam dunia medis disebut POC kepada ahli potologi untuk mengidentifikasikan jaringan plasenta. Bila ahli potologi tidak menemukan jaringan plasenta, ini berarti pasiennya 1) tidak hamil; 2) dia masih hamil disuatu tempat di luar rahim, biasanya di tuba polopii, misalnya pada kehamilan ektopik; atau 3 dia masih hamil di dalam rahim dan dokternya tidak membersihkannya dengan sempurna.
       Kehamilan ektopik yang tidak diterapi dapat menyebbkan pendarahan internal, syok, atau kematian. Nyeri yang hebat, pusing, pingsan, atau perut kembung dapat menjadi petunjuk pertama bahwa komplikasi ini terjadi pada Anda. Namun, sudah menjadi standar praktik bagi ahli patologi untuk memberi tahu dokter bila tidak ditemukan jaringan plasenta, pada saat pasien datang ke kamar dokter, mengulangi tes kehamilan, dan melakukan sonogram (USG).
       Aborsi inkomplit (tidak lengkap) adalah komplikasi lain, yang berarti dokter gagal mengeluarkan semua jaringan di dalam rahim. Ini dapat terjadi karena doktermelakukannya pada posisi yang empuk tapi salah, karena rahim yang hamil merupakan organ yang lunak dan rapuh. Tindakan yang tepat tergantung pada ukuran lubang, lokasi, dan saat di mana prosedur itu berlangsung. Terapinya berkisarantara tidak di apa-apakan sampai operasi reparasi.
       Aborsi yang sangat kasar dengan kuretase yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dinding rahim dapat menempel satu sama lain dan menghentikan menstruasi. Bila Anda melakukan aborsi dan tidak mengalami menstruasi dalam waktu empat sampai enam minggu, temuilah genekolog Anda. Masalah ini dapat di obati, tetapi semakin cepat didiagnosis semakin baik. Infeksi setelah aborsi, meskipun jarang, juga dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dalam rahim.


Transplantasi organ
Transplantasi organ adalah jaringan tubuh manusia. Transplantasi organ merupakan tindakan medis yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat.
2.8.4.1    Jenis-jenis tranplantasi :
1)      Authograft.
2)      Anograft
3)      Isograft
4)      Xenograft
2.8.5. Supporting
Supporting adalah dukungan yang bersifat fisik seperti kedua tangan diatas luka pada perut sewaktu batuk, dapat juga bersifat psikologis seperti perawat yang mau mendengarkan pasien secara aktif atau memegang tangan pasien yang sedang sekarat.


Prinsip – Prinsip Etika Keperawatan


Prinsip – Prinsip Etika Keperawatan


Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.
Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

1.  Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2.  Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

3.  Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

4.  Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

5.  Moral right
        Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

Proses Keperawatan

Proses Keperawatan


Pengkajian Keperawatan.
 Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperlukan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan proses keperawatan pada tahap berikutnya. data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik (laboratorium, foto, dan sebagainya), informasi/catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien. Hampir dipastikan bahwa semua data yang didapat tersebut diperoleh melalui proses komunikasi, baik komunikasi secara langsung (verbal, tertulis) maupun secara tidak langsung (nonverbal ). Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak dibanding komunikasi pada berikutnya.
Banyak hal yang dapat menjadi hambatan klien untuk mengirim/memberikan informasi, menerima, dan memahami pesan yang diterima klien. Hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
a)   Language deficits
Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima pesan secara adekuat.
b)   Sensory deficits
Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensor klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang mengindikasikan adanya kelemahan mendengar, memperhatikan apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c)    Cognitive impairments
Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon ketika ditanya, apakah klien dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar, apakah klien dapat mengingat dengan baik, dan sebagainya.
d)   Structural deficits
Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi komunikasi.
e)    Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ektrenitas atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan dalam rangka memberikan informasi pada perawat.

Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaan perawat dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memvalidasi, memperkuat dan menentukan prioritas masalah klien dengan benar. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan faktor penting dalam diagnosa keperawatan yang tepat.

Rencana Keperawatan.
Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet makanan bagi klien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang disukai, atau yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi efektif. Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya. Model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur dan efektif.

Tindakan Keperawatan.
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama aktifitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada dua kategori aktifitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien untuk membantu memenuhi kebutuhan pisik klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis.
Berikut  adalah tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien.
·      Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi.
·      Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat dari kontak mata saat berkomunikasi dengan klien.
·      Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
·      Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat menumbuhkan keberanian dan kepercayaan klien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
·      Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan menghormati klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu mulut. Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan berkomunikasi dilaksanakan dengan perbandingan 2 : 1, lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Sikap ini akan meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat.
·      Relatif rileks saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak membawa pengaruh yang baik dalam hubungan perawat klien.
Pada tahap ini petugas kesehatan (perawat / bidan) juga harus    meningkatkan kemampuan nonverbalnya dengan “SOLER” yang merupakan singkatan dari:
S = Sit (duduk) menghadap klien. Postur ini memberi kesan bahwa perawat ada di sana untuk mendengarkan dan tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien.
O = Observe (mengamati) suatu postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak menyilang). Postur ini menyatakan bahwa perawat adalah “terbuka” terhadap apa yang dikatakan klien. Suatu yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan perasaannya.

Evaluasi.
Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun nonverbal. Tanpa komunikasi perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk melihat kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan.